Kuliah Online I-4 berikutnya bersama Prof. Madya Dr Tono Saksono dari Universiti Tun Hussein Onn Malaysia yang akan berbicara tentang “Muslim” Role In The Global Economic Development, A Concealed Potential. Pada hari minggu, 11 mei 2014 pukul 14.00 WIB. Jangan lewatkan Kuliah Online I-4 nya.
Pada hari Minggu, 11 Mei 2014 pukul 14.00 WIB. Jangan lewatkan I-4 Talks nya. Live Streaming Video.
Pertanyaan diskusi:
Bisnis bank syariah sekarang ada di hampir semua bank di Indonesia, misalnya Bank Mandiri yang sudah memiliki bank syariah dan bank-bank lainnya. Sebenarnya yang dimaksudkan dengan bank syariah menurut perspektif Prof. Tono itu bagaimana? Apakah seorang Muslim sebaiknya menabung di Bank Syariah?
Jawaban:
Yang membedakan perbankan syariah dari perbankan konvensional (non-syariah) adalah adanya empat komponen yang dihindari pada bisnis yang menggunakan jasa perbankan syariah yaitu: riba (usury), maysir (gambling) and gharar (ambiguity). Bunga bank konvensional termasuk dalam riba dan ini jelas dilarang oleh Islam. Maysir (gambling) juga sangat jelas. Jadi misalnya, bisnis lotere dan perjudian, seharusnya ditolak kalau akan menggunakan jasa perbankan syariah. Gharar (ambiguity) adalah bisnis yang mungkin tidak terlalu jelas memperdagangkan barang2 haram seperti miras atau daging babi, tapi mungkin menggunakan substance miras dan daging babi dalam produk yang dijual. Sebuah Shariah Advisory Council di Malaysia misalnya bertugas untuk memberikan pengukuran-pengukuran atas tingkat kerancuan yang dapat diterima karena kondisi 100% bebas dari substansi di atas masih belum memungkinkan diperoleh dalam prakteknya (baca: masih terlalu banyak kaitan bisnis makanan Muslim dengan rantai distribusi bahan-bahan yang diproduksi oleh orang non-Muslim).
Ketiga unsur di atas selama ini telah mendominasi upaya Shariah Advisory Council (Dewan Penasihat Syariah) yang di Indonesia mungkin berada di bawah MUI. Nah, penelitian saya berhasil mengungkap bahwa ada faktor keempat yang tidak kalah pentingnya sebagai penentu apakah sebuah bisnis (termasuk bank) betul-betul merupakan bisnis yang syariah. Yaitu adalah penggunaan kalender Islam (hijriah) sebagai basis sistem akuntansinya. Secara singkat, tidak cukup hanya berkutat pada ketiga isu (riba, maysir dan gharar di atas) karena jika bisnis Islam tidak menggunakan kalender Islam sebagai basis akuntansinya, maka akan ada potensi zakat yang tidak terbayarkan, seperti penjelasan pada kuliah saya. Jadi sistem akuntansi syariah ini bukan cuma untuk bank, tapi untuk semua bisnis umat Islam. Dan penelitian saya merupakan pionir karena belum ada orang yang menyentuh hal ini. Jadi saya mencetuskan idenya, mengembangkan algoritma untuk mengukurnya, menghitung potensi zakat yang tak terbayar, dan menghitung akurasinya. Jadi nilai lebih penelitian saya ada di sana.
Apakah umat Islam harus menggunakan jasa bank syariah? Jawabnya jelas iya karena upaya-upaya perbankan syariah yang berusaha untuk menghindari unsur-unsur yang dilarang oleh Islam, meskipun belum sempurna.
Modus perbankan syariah, baik di Indonesia maupun di dunia, ada dua macam. Ada yang hanya membuka window syariah. Seperti Bank Mandiri yang kemudian membuka Bank Syariah Mandiri. Tapi ada juga yang betul-betul membuka Bank Syariah. Bank Muamalat adalah contoh bank syariah yang tidak memiliki unit bisnis perbankan konvensional. Secara prinsip operasi kedua macam bank syariah ini sama, yaitu berusaha menghindari unsur2 yang dilarang oleh agama Islam.