Jakarta – Tanggung jawab Negara dalam mengusahakan kesejahteran, kedamaian, serta kebahagiaan seluruh warga Negara. Dalam menggapai tujuan tersebut, sudah sewajarnya Negara yang dalam hal ini pemerintah berupaya dengan menggunakan segala wewenang yang melekat padanya, dalam meregulasi semua sektor yang menyangkut harkat hidup orang banyak.
Salah satu sektor yang sangat berpengaruh terhadap orang banyak, adalah BBM (Bahan Bakar Minyak). Sehingga regulasinya sangat menentukan atau bahkan berimbas pada berbagai sektor kehidupan. Harga BBM ini dipengaruhi oleh kebutuhan dan perdagangan global. Sehingga naik turunnya harga BBM tersebut, sangat terkait sistem perdagangan global. Di beberapa Negara, seperti Jepang, Negara-Negara Eropa, serta Amerika, dalam penentuan Harga BBM tersebut telah diserahkan kepada harga pasar. Artinya, peran pemerintah sangat kecil dalam mengontrol harga Bahan bakar Tersebut. Karena Kontrol harga BBM berada dipasaran, sehingga beban pemerintah tidak ada lagi, misalnya, jika terjadi kenaikan harga BBM maka masyarakat yang langsung membayarnya, tanpa ada subsidi dari Pemerintah.
Sehingga, dana dari anggaran belanja Negara, yang pemasukannya dari Tax (Pajak), Sumber Daya Alam, Regulasi keungan semunya akan disesuikan dengan rencanya sesuai yang telah disepakati oleh DPR ataupun Senat. Namun, ini berbeda dengan kondisi Indonesia, dimana harga BBM senantiasa dikontrol oleh pemerintah, bahkan jika harga dipasaran internasional membengkak, pemerintah Indonesia tetap mempertahankan harga tersebut, dengan memberikan subsidi selisi harga di pasaran Internasional, yang besarnya hingga ratusan trilliun Rupiah.
Sehingga pertanyaan yang muncul, apakah peruntukan subsidi tersebut telah tepat sasaran? Untuk menjawab pertanyaan ini, alangkah baiknya, kita pelajari berbagai strategi yang diterapkan diberbagai Negara didunia, untuk selanjutnya bisa menjadi pertimbangan Kenaikan harga BBM tersebut. Misalnya, kebijakan pemerintah Amerika Serikat tentang, Minyak dan Gas Bumi, sbb:
Pemerintah Amerika Serikat, dalam mengatasi kelangkaan dan harga minyak dunia, mengembangkan inovasi dalam mengatasi kelangkaan tersebut, dengan jalan memperluas produksi minyak dan gas dalam negeri, meningkatkan efisiensi energi dan mengembangkan energi terbarukan. Hal ini dikarenakan sebagian besar: harga minyak mentah dunia, yang tergantung pada berbagai faktor seperti sanksi ekonomi terhadap Iran, kapasitas cadangan minyak di Arab Saudi. Demikian pula harga minyak bumi diserahkan kepasar bebas, sehingga harga minyak, bensin, sangat bervariasi di Amerika Serikat karena kondisi lokal seperti pasokan minyak, kapasitas kilang dan transportasi.
Meskipun produksi Minyak dan Gas Alam di AS telah meningkat 20%, namun tetap menyebabkan harga Bensin rata-rata $ 3,76 untuk satu galon reguler secara nasional (atau setaraf Rp. 40.000,-/gallon). Dengan harga yang tinggi tersebut, secara langsung dirasakan oleh masyrakat AS, yang selanjutnya, masyarakat secara sadar untuk memanfaatkan BBM tersebut secara efisein, dengan melakukan efisiensi pemakaian BBM, tanpa harus dikontrol dan di subsidi oleh pemerintah AS.
Kondisi Indonesia
Kondisi di tanah air, berdasarkan penjelasan Kementerian EDSM, bahwa biaya Lifting, Refinery, and Transportation (LRT) minyak bumi mencapai $24.1 per barel atau setara dengan Rp 1.364 per liter. Angka tersebut berasal dari biaya pengolahan sebesar $12.8 per barel, serta biaya transportasi dan distribusi $11.3 per barel.
Selanjutnya minyak merupakan milik negara, dengan produksi sebesar 586 ribu barel per hari merupakan sumber penerimaan APBN dengan harga ICP (Indonesian Crude Oil Price). Kebutuhan konsumsi BBM nasional tahun 2015 sebesar 1,4 juta bph sehingga masih dibutuhkan impor sebesar 802 ribu barel per hari (265 ribu bph dengan harga ICP dan 537 ribu bph BBM dengan harga MOPS). Sementara itu, biaya pengolahan dan distribusi (LRT) untuk mengolah 1.4 juta barel minyak adalah $24,1 per barel. Sehingga Pemerintah harus membayar minyak mentah sesuai dengan ICP. Hal ini disebabkan karena Harga dasar BBM dari minyak mentah (berdasarkan ICP $105/bbl) sebesar Rp 5.943/L.Biaya LRT ($24.1/bbl) ekivalen dengan Rp 1394/L. Pajak dan lain-lain sebesar 15% sehingga harga keekonomian BBM sebesar Rp 8.400/L.
Sehingga terjadi subsidi yang sangat besar, yang membahayakan APBN. Hal inidapat di defenisikan bahwa subsidi BBM adalah selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual Pertamina. Harga BBM saat ini adalah Rp 4.500/L, sedangkan harga keekonomian BBM adalah Rp 8.400/L, sehingga besaran subsidi BBM per liter adalah Rp 3.900/L. Usulan RAPBNP 2012, harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp 1.500/L menjadi Rp 6.000/L. Dengan kenaikan harga BBM bersubsidi menjadi Rp 6.000/L, besaran subsidi BBM masih sebesar Rp 2.400/L.
Solusi Terbaik Bagi Pemerintah Indonesia
Dengan pertimbangan kondisi diatas, serta belajar dari berbagai Negara, maka solusi terbaik yang perlu segera dilakukan oleh Pemrintah Indonesia, adalah:
- Meningkatkan produksi minyak dalam negeri, sebagai penekan terhadap gejolak harga minyak dunia yang semakin tidak terkontrol.
- Memperluas, sumber-sumber energy baru yang dapat diperbaharui, seperti sumber energy Hibrid, Gas Nabati, serta mengembangkan pusat energi nuklir ditanah air.
- Melakukan penghapusan atau pengurangan subsidi BBM dengan cara meningkatkan harga Minyak dipasaran domestic secara gradual, dan perlahan. Hal ini untuk mencegah efek domino, peningkatan harga-harga kebutuhan pokok lainya, yang juga bisa membahayakan perekonomian Indonesia.
- Menciptakan baffer pengaman masyarkat, akibat peningkatan harga BBM tersebut, dengan, melakukan subsidi langsung dan tepat sasaran, sehingga masyarakat bisa mendapat efek positif dari kenaikan BBM tersebut.
Jika semua tersebut telah dilakukan secara gradual dan tepat sasaran, bisa menjadi keamanan dan kesinambungan pembangunan yang telah ditata dewasa. Semoga Indonesia dapat keluar dari berbagai kemelut dewasa ini, khususnya gejolak akibat peningkatan harga Bahan Bakar Minyak, yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat luas.
*) Dr. Taruna Ikrar, PhD adalah Dosen University of California, USA dan Wakil Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional
Sumber : Detik