SURYA Online, MALANG – Perhatian pada para Peneliti di Indonesia, baik itu dari Pemerintah ataupun masyarakat masih terbilang minim. Ketua Dewan Riset Nasional Profesor Andrianto Handojo mengatakan hal itu saat menghadiri peresmian gedung baru Ma Chung Riset Center Of Photosyntetic Pigmen di Universitas Ma Chung yang dihadiri Menristek Gusti Muhammad Hatta, Selasa (17/2/2014) siang.
Menurut Profesor Andrianto, minimnya perhatian itu terlihat dari pembagian pos anggaran bagi para peneliti di Indonesia. “Anggaran Pemerintah untuk mengembangkan riset dan teknologi hanya 0,08 persen dari Produk Domestik Bruto kita,” kata Andrianto pada SURYA.
Persentase itu apabila diuangkan berkisar Rp 6 miliar saja. Angka tersebut diketahui berdasarkan data yang diunggah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun twitter @SBYudhoyono yang menuliskan “Alhamdullilah, PDB Indonesia menempati 15 peringkat besar Indonesia,” Rabu (8/1/2014).
Selanjutnya, dalam akun SBY itu melampirkan pertumbuhan PDB Indonesia yang pada periode 2009 hingga sekarang menjadi Rp 8,241,86 triliun. Andrianto mengatakan, jumlah tersebut kecil, bahkan lebih kecil dibandingkan negara serumpun Indonesia, Malaysia dan Singapura yang menganggarkan lebih dari 1 persen PDB pada peneliti mereka.
“Untuk mengatasi itu, saya menyarankan agar peneliti di Indonesia membuat hasil penelitian yang bermanfaat pada masyarakat langsung. Dengan adanya manfaat itu tentu akan jauh lebih dihargai. Juga dengan meningkatkan kerja sama dengan lembaga luar,” ungkap Andrianto.
Sekedar diketahui, Dewan Riset Nasional merupakan lembaga nonstruktural Pemerintah untuk menggali pemikiran dan pandangan dari para peneliti Indonesia. Dewan ini terdiri dari delapan peneliti yang membidangi penelitian Pangan, Energi, Teknologi Informasi, Transportasi, Pertahanan, Kesehatan, Material Maju, serta Sosial-Humaniora.
Ketua Ikatan Ilmuwan Internasional Indonesia, Dessy Irawati Rutten menambahkan, permasalahan para peneliti Indonesia lainnya adalah soal jaringan karenanya ia meminta agar Pemerintah bisa memfasilitasi para peneliti Indonesia untuk maju.
“Saat ini modal saja tidak cukup. Para peneliti juga harus memiliki jaringan untuk terus mengembangkan penelitian mereka,” kata wanita yang kini berdomisili di Belanda ini.
Sumber : Surya Online, Malang